1.02.2009

Speeding

Sejak belajar nyetir, hal yang paling menegangkan bagi saya adalah macet di tanjakan. Yeah siapapun pasti males, tapi bagi saya yang beginner, maka akan menguras jiwa dan raga sampai ke dasar-dasarnya. Sejak melihat jembatan Siak macet dari jauh, spontan urat-urat menegang, pupil mata membesar , energi mengalir ke kaki, siap-siap injak rem dan kopling, semua status siaga I. Mata tak lepas-lepas memandang depan dan belakang sambil menjerit-jerit dalam hati,"Haduh, itu mobil belakang ko nempel terus sih, ntar mobil gua mundur gimana".

Atau kalau ke Mall SKA, dimana kita harus ngambil tiket parkir pas ditanjakan. Kejauhan dikit maka tangan kita akan menggapai-gapai tanpa arti, dan terpaksa harus buka pintu dan turun mengambil tiket arogan itu. Uhh, kalau ingat mall2 di bandung yang datar2 saja...

Di mall Ciputra lain lagi, bukan sekali dua saya harus mengerem mendadak karena orang menyebrang tiba2, pas ditanjakan pula. Sesudahnya perlu waktu lama untuk menjalankan mobil kembali. Herannya mobil yang dibelakang selalu ingin dekat-dekat...

Saya juga baru tau punya bakat speeding. Padahal dulu waktu belajar tak mau lebih dari gigi 2. Gigi tiga bikin badan saya gemetaran. Tempat yang enak buat speeding ternyata didalam camp, lenggang. Padahal ada peraturan tak boleh lebih dari 40. Tapi dasar, sayanya malah jadi hafal tempat-tempat yang jarang ditongkrongin security, disitulah saya injak gas menikmati mulusnya aspal Chevron. Bahkan juga tempat-tempat dimana bisa rada ngebut didepan hidung security. Mereka ga pegang alat tembaknya tu, entah apa namanya.

Tapi satu kali saya keseleo juga, habis masuk gate. Ya teman, disitulah kamu bisa rada ngebut sedikit, karena walo security berjubel digate, tidak ada yang bagian nembak2. Biasanya dari gate sampe tanjakan , clear. Jadilah anak manis mulai dari bank sampai Iksora. Sssssst, mereka sering nongkrong disitu, menyamarkan diri dengan helm hijau diantara rerimbunan pohon. Seperti bunglon. Mereka akan menembakmu sejak mobilmu masih tampak samar-samar, beradu cepat sebelum kau melihat mereka. Bila kau lalai, maka bersikap seperti alumni pesantren Gontor pun percuma.

Tapi satu kali (hehehe), tumben2nya mereka nangkring ditransport. Saya konsentrasi ke jalan, tanpa melihat kepinggir2 dibalik pohon tempat mereka bersemayam. Lengah. "Rem Mam, Rem!!,kata ayahnya. Secepat kilat saya langsung rem , jarum penunjuk baru akan menyentuh angka 40 lalu turun lagi. Saya liat pak security baru saja menurunkan tangannya. Tapi dia masih menatap, menembus kaca gelap mobil, menatap saya si sopir tak tau diri, kami berpandangan. Saling memaki dalam hati. Awas kau mobil oren, biang kerok kali ini bisa lolos.
Topi hijau! Ngapain nangkring sini. Main bowling sana.
Kami bertatap lekat permen karet. Hush..! Bukan muhrim!

Khitan

Semoga dia tidak trauma ke rumah sakit. Hari selasa kami daftar ke receptionist medical untuk khitanan Akhdan, mumpung liburan dan dianya juga mau. Hehehe....mau karena belum tau....Jadi penggemar Ben Ten ini diboyong ke dokter untuk diperiksa kemudian ke lab cek darah. Ternyata kata dokter urusan khitan bisa langsung daftar ke emergency. Di emergency, Akhdan dijadwalkan Rabu siang.

OK, Rabu kami datang, nenek pun tidak mau ketinggalan momen bersejarah. Ramai2, rayna, maisha, saya, ayahnya, nenek. Hmmm....sampe ditegur perawat. "Hayo ga boleh ditungguin rame2 ya bu, cukup dua orang saja, ini tempat infeksius". Haduh mana ga ada yang mau ngalah lagi, nenek bertahan demi cucunya, lha saya ibunya juga ga mau ketinggalan, apalagi ayahnya sudah siap2 dengan kamera. Yang pantas keluar adalah Maisha dan Rayna. Tapi siapa yang mau jagain krucil itu diluar. Nenek sudah mengambil posisi strategis, kedua tangannya dipegang Akhdan yang mulai meringis-ringis, tak mungkin dikudeta. Ayahnya sudah siap memotret wajah penyesalan Akhdan, tiap ekspresi jangan terlewat. Ah, perawat ga ngerti banget sih. Ini kan momen bersejarah, sekali seumur hidup. Bolehlah untuk sekali ini kami ikut merubung. Lain kali tidak, janji. Maka kami diam-diam saja, bersembunyi dibalik tirai, untung Bang Syam sang peng-khitan ga ambil pusing. Matanya sudah tak jauh dari properti Akhdan. Maisha berulah, dia minta turun. Sepatunya..sepatu Cit Cit itu. Saya akhrnya memboyong anak2 keluar, mengawasi mereka naik turun tangga.

Lima belas menit berlalu, saya udah ga tahan. Saya harus tau apa yang dialami Akhdan. Tak peduli dihardik suster. Saya langsung menyelinap masuk, bawa anak2. Tadaaa, tak cuma nenek dan pak edot, tapi beberapa orang ikut menengok. Segera Akhdan mendapat simpati dari pengunjung emergency. Menghibur sambil tersenyum-senyum, mungkin teringat pengalaman dulu ya Pak? Khitanan dimana-mana punya daya tarik tersendiri, semua orang ingin melihat prosesnya, melihat ekspresi si anak meringis-ringis. Namun semuanya yang melihat itu tersenyum....puas. Semoga Allah memberikan berkah.

Pantaslah dikampungku anak khitanan seperti raja, dibelikan mainan, kuda lumping, bikin nasi kuning, bekakak hayam, dan baskom penuh uang saweran.Habis-habisan anak itu dibujuk rayu melupakan rasa sakitnya.Orang-orang tua memberikan wejangan,'hati-hatilah Nak, kalau sudah besar nanti jaga baik-baik 'properti'mu itu", jangan sembarangan bergaul. Banyak-banyak mengaji, rajin shalat dan puasa.

Pulang ke rumah Akhdan meringis-ringis. "Akhdan hebat ya, taun baru t%t$t baru hehehehe",hibur papah. Tapi ko yang ketawa papah ya. Semoga cepat sembuh sayang, I love you Bibeh, salam Changcuters idola Akhdan.