Sejak belajar nyetir, hal yang paling menegangkan bagi saya adalah macet di tanjakan. Yeah siapapun pasti males, tapi bagi saya yang beginner, maka akan menguras jiwa dan raga sampai ke dasar-dasarnya. Sejak melihat jembatan Siak macet dari jauh, spontan urat-urat menegang, pupil mata membesar , energi mengalir ke kaki, siap-siap injak rem dan kopling, semua status siaga I. Mata tak lepas-lepas memandang depan dan belakang sambil menjerit-jerit dalam hati,"Haduh, itu mobil belakang ko nempel terus sih, ntar mobil gua mundur gimana".
Atau kalau ke Mall SKA, dimana kita harus ngambil tiket parkir pas ditanjakan. Kejauhan dikit maka tangan kita akan menggapai-gapai tanpa arti, dan terpaksa harus buka pintu dan turun mengambil tiket arogan itu. Uhh, kalau ingat mall2 di bandung yang datar2 saja...
Di mall Ciputra lain lagi, bukan sekali dua saya harus mengerem mendadak karena orang menyebrang tiba2, pas ditanjakan pula. Sesudahnya perlu waktu lama untuk menjalankan mobil kembali. Herannya mobil yang dibelakang selalu ingin dekat-dekat...
Saya juga baru tau punya bakat speeding. Padahal dulu waktu belajar tak mau lebih dari gigi 2. Gigi tiga bikin badan saya gemetaran. Tempat yang enak buat speeding ternyata didalam camp, lenggang. Padahal ada peraturan tak boleh lebih dari 40. Tapi dasar, sayanya malah jadi hafal tempat-tempat yang jarang ditongkrongin security, disitulah saya injak gas menikmati mulusnya aspal Chevron. Bahkan juga tempat-tempat dimana bisa rada ngebut didepan hidung security. Mereka ga pegang alat tembaknya tu, entah apa namanya.
Tapi satu kali saya keseleo juga, habis masuk gate. Ya teman, disitulah kamu bisa rada ngebut sedikit, karena walo security berjubel digate, tidak ada yang bagian nembak2. Biasanya dari gate sampe tanjakan , clear. Jadilah anak manis mulai dari bank sampai Iksora. Sssssst, mereka sering nongkrong disitu, menyamarkan diri dengan helm hijau diantara rerimbunan pohon. Seperti bunglon. Mereka akan menembakmu sejak mobilmu masih tampak samar-samar, beradu cepat sebelum kau melihat mereka. Bila kau lalai, maka bersikap seperti alumni pesantren Gontor pun percuma.
Tapi satu kali (hehehe), tumben2nya mereka nangkring ditransport. Saya konsentrasi ke jalan, tanpa melihat kepinggir2 dibalik pohon tempat mereka bersemayam. Lengah. "Rem Mam, Rem!!,kata ayahnya. Secepat kilat saya langsung rem , jarum penunjuk baru akan menyentuh angka 40 lalu turun lagi. Saya liat pak security baru saja menurunkan tangannya. Tapi dia masih menatap, menembus kaca gelap mobil, menatap saya si sopir tak tau diri, kami berpandangan. Saling memaki dalam hati. Awas kau mobil oren, biang kerok kali ini bisa lolos.
Topi hijau! Ngapain nangkring sini. Main bowling sana.
Kami bertatap lekat permen karet. Hush..! Bukan muhrim!
1 comment:
Hua ha haa... Opi.. kamu pinter banget nulisnya. Bikin chicklit gih :D.
Post a Comment